Arsip Penulis: admin

Kritik Gordon H. Clark Terhadap Logika Simbolis Moderen

Hasil yang jelas dari logika simbolis yang disusun pada akhir abad ke-19 dan diperkuat oleh Bertrand Russel pada abad ke-20 ini dan hampir secara universal diterima saat ini adalah penyangkalan akan hubungan sub-alternasi dan pembatasan silogisme valid menjadi 19 mood, bukan 24 mood. Sebagai contoh, menurut, pandangan ini jika semua orang Atena adalah orang Yunani dan jika semua orang Yunani adalah orang Eropa, maka kita tidak dapat menyimpulkan bahwa orang Atena yang berada di distrik Lima kota Atena (yaitu sejumlah orang Atena) merupakan orang Eropa. Singkatnya, jika semua orang Atena adalah orang Yunani, maka bukanlah sesuatu yang tak terhindarkan bahwa mereka yang tinggal di distrik lima Kota Atena adalah orang Yunani. Walaupun hasil [dari bahasa simbolis Russel] aneh, tetapi tidak ada yang menggubrisnya. Malah pandangan Russel diterima secara universal saat ini. Untuk menghindari ambiguitas bahasa alamiah dan untuk memecahkan teka-teki yang menurut Russel tidak dapat dipecahkan, dia mengusulkan sebuah sistem yang sama sekali simbolis dan artifisial. Walaupun usulan idealnya ditolak oleh seorang muridnya bernama Ludwig Wittgenstein, simbolismenya untuk logika telah menjadi sesuatu yang baku. Dia mereduksi kalimat ‘Semua orang Atena adalah orang Yunani’ bukan sebagai A(ab), tetapi sebagai (a < b). Dengan kata lain kelas/kelompok a termasuk dalam kelompok b. Kalau definisi Russel diterima, maka logika moderen adalah kesimpulan yang tidak terhindarkan. Namun kesimpulan ini sangat mengekang sehingga perlu mencari definisi yang lebih baik. Implikasi Russel tidak terelakkan, namun definisinya bukanlah sesuatu yang tidak terhindarkan. Sebagai contoh, definisi yang lebih baik bagi Semua a adalah b adalah Baca lebih lanjut

Sesat Pikir Informal

Argumen bisa tidak valid karena mengandung sesat pikir formal atau karena mengandung sesat pikir informal. Sesat pikir formal terkait dengan bentuk argumen. Hal yang dibahas dalam argumen-argumen tersebut bermacam-macam seperti politik, agama, atau olahraga. Namun walaupun beragam, semua argumen dapat direduksi menjadi hanya beberapa jenis atau bentuk. Bentuk-bentuk ini akan dibahas dalam bab-bab yang akan datang. Pada bagian ini cukuplah untuk dicatat bahwa kedua contoh di bawah ini memiliki bentuk yang sama. Contoh pertama adalah: Semua manusia adalah makhluk fana; Sokrates adalah manusia; karena itu Sokrates adalah makhluk fana. Contoh kedua: Semua anjing berwarna hitam; Fido adalah anjing; karena itu Fido berwarna hitam. Patut dicatat pula bahwa kata manusia pada argumen pertama memiliki makna yang sama dalam kedua kali pemunculannya. Demikian juga dengan kata anjing pada argumen kedua. Sesat pikir informal bukanlah sesat pikir bentuk, namun seringkali merupakan masalah bahasa yang buruk. Namun demikian, sesat pikir tersebut lebih menipu daripada kesalahan berbahasa yang lazim.

Menjelang bagian akhir bab sebelumnya, disebutkan tentang ambiguitas. Juga dicatat bahwa terdapat dua jenis ambiguitas. Ketika sebuah kata memiliki dua makna, kita menyebutnya sebagai ekuvokasi. Ketika makna ganda berlaku pada sebuah frasa, kita menyebutnya amfibologi. Beberapa buku pegangan logika menyebutnya amfiboli. Namun karena jarang disebut amfiboli, maka kita tetap menggunakan amfibologi.

Contoh ekuivokasi sudah diangkat sebelumnya. Ekuivokasi terjadi pada pernyataan yang berbunyi Hanya babi betina yang haram, karena hanya babi betina yang bisa mengandung babi[1]. Semua kata dalam kalimat tersebut memiliki satu makna yang kurang lebih tunggal. Tetapi kata mengandung memiliki lebih dari satu makna, bisa berarti mengandung bayi dan bisa juga berarti memiliki zat tertentu. Judul berita seringkali merupakan contoh ekuivokasi. Dalam rangka meringkas judul, kadang-kadang editor menghasilkan frasa yang para pembaca perlu baca dua atau tiga kali untuk bisa pahami. Pembaca diharapkan mencari judul-judul seperti itu dalam surat kabar [atau media online][2] yang ada. Baca lebih lanjut

Definisi Logika

Di bawah ini adalah kutipan buku Logika, karya Gordon H. Clark.

Apakah anda pernah terlibat dalam sebuah argumen? Banyak orang menggunakan kata argumen untuk merujuk kepada pertengkaran. Pertengkaran adalah keributan atau kegaduhan. Namun argumen [yang dimaksud di sini] adalah serangkaian alasan yang orang gunakan untuk mendukung kebenaran dari posisi/pendapat yang ingin dia tegaskan [kebenarannya].

Andaikan anda ingin meyakinkan orang tua anda bahwa hari ini anda harus pergi ke kota untuk membeli sepasang sarung tangan. Mereka akan menanyakan alasan anda untuk membeli sarung tangan hari ini. Anda mungkin menjawab: “Sarung tanganku yang lama sudah usang dan perlu diganti, sedangkan hari ini satu-satunya hari aku bisa ke kota dalam minggu ini.” Yang anda kemukakan tersebut merupakan alasan-alasan yang anda gunakan untuk membuktikan kebenaran penegasan bahwa anda harus pergi ke kota hari ini. Dalam situasi sehari-hari mungkin alasan yang dikemukakan tersebut sudah cukup baik. Namun alasan yang anda kemukakan tidak membuktikan bahwa anda harus ke kota. Jika salah satu dari alasan anda salah, maka argumen anda gagal. Namun sekalipun semua alasan di atas benar, alasan-alasan itu tidak cukup untuk membuktikan bahwa kesimpulan anda benar. Sebagai contoh, anda mungkin tidak punya uang. Atau kalau anda punya uang, mungkin ada hal lain yang lebih penting yang harus anda beli. Baca lebih lanjut

Logika dan Moralitas

Di bawah ini adalah kutipan buku Logika, karya Gordon H. Clark.

Apa hubungan antara hukum logika ini dengan moralitas? Singkat saja: Pada saat Alkitab mengatakan: “Jangan mengingini,” maka kata [yang digunakan] memiliki arti yang spesifik. Menyerang logika sama saja dengan menyerang moralitas. Jika logika dihina, maka pembedaan antara benar dan salah, baik dan jahat, adil dan tidak adil, kasar dan lemah lembut, akan hilang. Tanpa logika, maka Firman Tuhan yang berbunyi, “Jangan membunuh,” bisa berarti: “Bunuhlah orang setiap hari!” atau “Stalin adalah Prince of Wales,” atau makna yang lain yang tak terbatas jumlahnya. Ini berarti bahwa tanpa logika, kata apapun tidak bermakna. Penolakan akan logika sama dengan akhir dari moralitas, karena moralitas dan etika tergantung pada pengertian. Orang harus memahami Kesepuluh Hukum untuk dapat menaatinya. Jika logika tidak relevan atau bukan sesuatu yang yang ada hubungannya dengan kehidupan beragama, maka perilaku bermoral merupakan sebuah kemustahilan dan agama “praktis” dari mereka yang merendahkan logika tidak dapat dipraktekkan sama sekali.

Ada akibat yang lebih buruk lagi, (seandainya ada kategori lebih buruk), kalau [kita] menolak logika. Jika logika tidak mencakup seluruh bidang kehidupan, maka orang tidak dapat membedakan antara benar dan salah. Jika seorang menolak logika, maka ketika Alkitab mengatakan bahwa Yesus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan bangkit kembali pada hari ketiga; itu bisa berarti Yesus tidak menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, tidak disalibkan, tidak mati dan tidak bangkit kembali pada hari ketiga. Pernyataan itu juga bisa berarti bahwa Attila the Hun suka coklat dan golf. Pembedaan antara benar dan salah, baik dan buruk akan lenyap karena di luar hukum kontradiksi tidak akan ada pembedaan. Makna akan lenyap dengan sendirinya [kalau logika tidak digunakan].

Penolakan terhadap logika menjadi sangat populer dalam abad ke-20. Tampaknya penolakan ini akan berlanjut sampai ke abad ke-21. Terkait moralitas, seringkali kita mendengar ungkapan “Tidak ada hitam atau putih, yang ada hanya abu-abu.” Ini berarti bahwa tidak ada yang baik dan buruk; semua tindakan dan alternatif dari tindakan tersebut adalah campuran baik dan buruk. Jika seseorang meninggalkan logika (seperti yang telah dilakukan beberapa orang), maka dia tidak bisa membedakan antara baik dan jahat dan segala sesuatu diperbolehkan. Hasil dari penolakan terhadap logika berupa pembunuhan massal, perang, kelaparan yang ditimbulkan pemerintah, aborsi, pelecehan terhadap anak, perusakan terhadap keluarga, dan segala macam kejahatan akan menjadi kenyataan yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Penolakan terhadap logika telah (dan tak terhindarkan) mengakibatkan ditinggalkannya moralitas.

Terkait dengan pengetahuan, kita diberitahu bahwa kebenaran itu relatif; dan bahwa apa yang benar menurut anda mungkin tidak benar untuk saya. Jadi 2 tambah 2 sama dengan 4 benar untuk anda, sedangkan hasil yang benar untuk saya adalah 6,7. Jika logika ditinggalkan, maka itu yang akan terjadi. Kekristenan benar untuk beberapa orang dan Budhisme benar untuk yang lain. Salah satu hasilnya adalah berkembangnya antipati terhadap Kekristenan karena Kekristenan mengajarkan bahwa semua manusia sudah berdosa dan hanya ada satu jalan kepada Allah yaitu lewat Yesus Kristus. Kebenaran Absolut (sebenarnya merupakan frasa mubazir) telah digantikan oleh kebenaran relatif (yang sebenarnya merupakan sebuah frasa kontradiksi seperti halnya lingkaran persegi empat). Jadi kalau logika hilang, maka kebenaranpun lenyap.

Penggunaan logika bukan sebuah pilihan. Logika sangat mendasar. Begitu mendasarnya logika sehingga mereka yang menyerangnyapun harus menggantungkan diri pada logika untuk menyerangnya. Pada saat mengatakan/menulis “Logika tidak valid”, mereka menanggap bahwa kalimat itu memiliki makna yang spesifik. Para penantang logika harus menggunakan hukum kontradiksi untuk membantah logika. Mereka mengasumsikan kesyahihan hukum kontradiksi untuk mengatakan bahwa hukum ini tidak syahih. Mereka harus mengasumsikan bahwa hukum ini benar agar mereka dapat mengatakan bahwa dia salah. Mereka harus mengemukakan argumen untuk meyakinkan kita bahwa argumen kita tidak valid. Kemanapun mereka melarikan diri, mereka terkurung. Mereka tidak dapat menyerang obyek yang mereka benci tanpa menggunakannya sebagai senjata dalam serangannya. Mereka seperti si tentara Romawi yang menangkap Yesus, karena tidak sadar bahwa posisi dan tindakan mereka tergantung pada aturan yang mereka tolak. Mereka harus menggunakan aturan logika untuk merendahkan logika; sama seperti si tentara yang harus Yesus sembuhkan sebelum dia bisa menangkap Yesus.

________________________________________________________________

  • Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat dibaca dengan mengklik tautan ini.
  • Untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik tautan ini.

Hukum-Hukum Logika

Di bawah ini adalah kutipan buku Logika, karya Gordon H. Clark.

Hukum logika pertama disebut Hukum Kontradiksi. Namun demikian, akhir-akhir ini orang mulai menyebutnya Hukum Non Kontradiksi. Kedua istilah tersebut sebenarnya merujuk kepada hal yang sama. Aristotle mengungkapkan hukum ini dengan kata-kata: “Satu atribut/sifat tidak dapat melekat dan tidak melekat pada satu subyek dengan hubungan/definisi yang sama.” Secara simbolis hukum ini dinyatakan sebagai: “Bukan A dan Non-A.” Satu daun maple bisa hijau dan kuning, tetapi tidak bisa hijau dan kuning pada saat yang sama dan dengan hubungan yang sama. Daun itu bisa hijau pada musim panas dan kuning pada musim gugur. Kalau daun itu hijau dan kuning pada saat yang sama, maka daun itu tidak bisa hijau dan kuning dalam hubungan yang sama. Satu bagian, (sekecil apapun) bisa hijau dan bagian lain kuning. Warna hijau dan bukan bukan warna hijau tidak dapat menjadi sifat satu daun maple pada saat yang sama dan dengan pengertian yang sama.

Contoh lain: satu garis bisa melengkung dan lurus sekaligus, tetapi dengan hubungan berbeda. Satu bagian bisa melengkung dan yang lainnya lurus, tetapi satu bagian tertentu tidak bisa sekaligus melengkung dan lurus.

Hukum kontradiksi memiliki makna yang lebih jauh lagi dari pada itu. Hukum ini berarti bahwa setiap kata dalam kalimat “Garis itu adalah garis lurus” memiliki arti spesifik. Kata ‘itu’ tidak berarti semua, atau bukan. Kata ‘garis’ tidak berarti anjing, bakung, atau donat. Kata ‘adalah’ tidak berarti bukan. Kata lurus tidak memiliki arti putih, atau arti lain. Setiap kata memiliki arti khusus. Agar memiliki arti khusus, satu kata bukan hanya harus memiliki makna tertentu tetapi juga harus tidak memiliki arti lain. Kata garis berarti garis, tetapi tidak berarti bukan garis – seperti anjing, matahari terbit, atau Yerusalem, misalnya.

Jika kata garis berarti apa saja [pada saat digunakan], maka kata itu tidak bermakna apa-apa. Tidak ada seorangpun yang mempunyai gambaran apa-apa ketika mendengar kata garis disebut atau membaca kata garis yang tertulis. Hukum kontradiksi berarti bahwa agar kata memiliki makna, maka kata itu tidak boleh memiliki arti yang lain (saat digunakan).

Penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis, tunduk kepada tiga hukum logika yang juga disebut tiga hukum pemikiran.

_____________________________________________________________

  • Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat dibaca dengan mengklik tautan ini.
  • Untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik tautan ini.

Tempat Bagi Logika

Kutipan buku Logika, karya Gordon H. Clark.

Logika bukanlah psikologi. Logika tidak memberi deskripsi tentang apa yang orang pikirkan atau bagaimana mereka biasanya sampai pada kesimpulan tertentu. Namun logika memberi gambaran tentang bagaimana orang seharusnya berpikir, jika mereka ingin berpikir secara tepat. Logika lebih mirip dengan ilmu hitung daripada sejarah, karena logika menjelaskan peraturan-peraturan yang harus orang ikuti untuk sampai pada kesimpulan yang tepat, sama seperti ilmu hitung menjelaskan aturan-aturan yang harus diikuti untuk sampai pada jawaban yang benar.

Logika terkait dengan semua pemikiran. Logika sangat mendasar untuk semua disiplin, mulai dari pertanian sampai astronotika. Logika tidak bermacam-macam, misalnya satu logika untuk filsafat, satu logika untuk agama, dll. Hanya ada satu aturan logika yang berlaku dalam dunia politik atau kimia misalnya. Beberapa orang mencoba menyangkal bahwa logika diterapkan dalam semua bidang, karena mereka ingin menjadikan beberapa bidang sebagai tempat perlindungan bagi argumen yang tidak logis. Bidang-bidang tersebut misalnya teologi dan ekonomi. Hasil penyangkalan terhadap logika tunggal disebut polylogisme (artinya banyak logika), yang sebenarnya merupakan penyangkalan terhadap logika.

Namun untuk menyatakan bahwa ada banyak jenis logika, orang harus menggunakan aturan logika [yaitu logika yang satu itu]. Biarlah mereka yang mengatakan bahwa ada jenis logika yang lain mengemukakan pandangannya menggunakan logika tersebut. Mengatakan bahwa ada banyak logika sama saja dengan mengatakan bahwa ada lebih dari satu ilmu hitung – yang satu menyatakan bahwa 2 tambah 2 sama dengan 4 dan yang lain mengatakan bahwa 2 tambah 2 sama dengan 5 (Jangan dipusingkan dengan berbagai bilangan dasar dalam ilmu hitung. Saya berbicara tentang gagasan, bukan kata). Orang yang meremehkan atau mengecilkan arti logika harus menggunakan [atau tunduk] pada logika, bahkan kalaupun dia sedang merendahkan dan mengecilkan arti logika. Mungkin penegasan ini dapat dipahami dengan lebih baik kalau kita membahas tentang salah satu hukum logika.

____________________________________________________________

  • Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat dibaca dengan mengklik tautan ini.
  • Untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik tautan ini.

Apakah Logika Itu?

Di bawah ini adalah kutipan buku Logika, karya Gordon H. Clark.

Di sekolah dasar anda belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga bidang itu pantas dianggap sebagai dasar bagi pendidikan selanjutnya. Orang tidak dapat belajar sejarah, botani, atau komputer kalau tidak mampu membaca. Membaca, menulis, dan berhitung adalah dasar dan alat yang memampukan orang belajar lebih lanjut dan untuk mengemudi, belanja, atau mendapatkan pekerjaan.

Tetapi adakah sesuatu yang lebih mendasar dari ketiga hal itu, yaitu sesuatu yang begitu jelas tetapi orang tidak menyadari apa lagi mempelajarinya? Apa yang menjadi kesamaan antara membaca, menulis, dan berhitung? Jawabannya adalah pikiran. Orang harus berpikir agar bisa membaca dan menulis serta berhitung. Berpikir, sama seperti kegiatan lainnya, harus tunduk pada peraturan tertentu kalau kita ingin melakukannya dengan benar. Kadang-kadang kita melakukan kesalahan dalam berpikir. Kita melakukan lompatan kesimpulan; kita berpegang pada asumsi yang tidak ada dasar; kita melakukan generalisasi. Ada bidang yang menyusun daftar kesalahan-kesalahan ini dan mengungkapkannya sehingga kita dapat mengetahuinya serta menjelaskan aturan-aturan untuk menghindarinya. Bidang ini disebut logika.

Logika adalah sebuah studi atau ilmu tentang metode yang digunakan untuk membuktikan satu kesimpulan tanpa menyisakan keraguan sedikitpun. Artinya, kalau premis yang anda kemukakan benar, maka kesimpulan anda harus benar. Secara teknis, logika adalah ilmu tentang pengambilan kesimpulan yang tidak terhindarkan. Artinya kesimpulan yang dikemukakan diharuskan oleh (atau mengikuti) premis yang ada.

___________________________________________________

  • Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat dibaca dengan mengklik tautan ini.
  • Untuk mendapatkan buku ini, silahkan klik tautan ini.